Awalnya Kenji Michitakasago cukup bangga memiliki seorang
papa yang asli Jepang. Setahun dua tahun, ia bersama keluarganya
merasakan kebahagiaan, kasih sayang dari orang tua, dan bahagia sekali.
Tapi sejak kehadiran orang ketiga, sikap papa Kenji menjadi berbeda
sekali. Bahkan penyiksaan-penyiksaan yang tidak mereka sangka, itu bisa
terjadi.
Bujuk rayu dari wanita selingkuhan itu
membutakan hati ayah Kenji. Ia tega melakukan perbuatan yang kejam
kepada Kenji dan Akira, adik Kenji. Pernah ketika Kenji dan Akira
mengganggu ayah Kenji bersama wanita selingkuhannya, ayah Kenji mengikat
Kenji dan Akira lalu menggelindingkan mereka dengan tangga dari lantai
atas ke bawah.
“Waktu itu saya berpikir hidup saya hanya
sampai disini. Sepanjang saya ditendang bergelinding saya hanya bisa
menangis,” kisah Kenji.
Kenji tak menduga bahwa perlakuan sadis papanya
belum berakhir. Hingga satu malam peristiwa tak terduga mengejutkannya.
Ketika ia beserta adiknya dan mamanya sedang tidur, papanya melemparkan
kaleng susu yang terbuka yang berisikan kelabang-kelabang.
“Saya terbangun ketika ibu saya berteriak minta
tolong. Ayah saya melemparkan kaleng berisi kelabang itu bermaksud
seandainya saja kami bisa dibunuh, jadi orang akan mengira kami mati
karena ini. Tapi ternyata sewaktu itu saya merasakan bahwa Tuhan itu
menjaga kami. Dan papa dengan santainya mengambil baju lalu pergi tidak
terjadi apa-apa. Jadi kami seperti dianggap seakan-akan kami palingan
akan mati. Ia tidak merasakan apa-apa jika istri dan anak-anaknya mati.
Ia tidak meninggalkan uang atau apa-apa, setelah itu ia hanya mengangkut
baju lalu pergi,” kisah Kenji.
Tinggal bersama papa tiri
Dikarenakan tak sanggup menanggung beban yang menindih hidupnya, Kenji
bersama mama dan adiknya merantau ke Jakarta dan mencoba hidup yang
baru. Di Jakarta Kenji dikenalkan dengan seorang pria yang akan menjadi
ayah tirinya.
Kenji
berkisah, “Hubungan papa tiri dengan saya dari awal sudah tidak baik
semenjak bertemu. Suatu ketika ketika subuh saya dibangunkan untuk
menyiapkan makanan untuk dia, dan saya tidak bangun. Kemudian dia
tendang saya, dia menyeret saya keluar dari kamar dan saya diikat. Mama
saya tidak bisa menolong, dan hanya bisa diam saja. Dan ia hanya bisa
menangis. Saya cuma merasa ketakutan sekali. Saya memikirkan ayah saya
dan berpikir, ‘Kalau boleh papa saya tuh mati.’
Perihnya pukulan dan aniaya dari ayah tirinya membuat Kenji memutuskan untuk meninggalkan rumahnya.
“Waktu saya di jalan, saya tidurnya di kolong
jembatan, di stasiun rel kereta api, di pinggir jalan… Itu menjadi
tempat tidur saya,” kisah Kenji.
Kenji ingin bekerja dengan keringatnya, dengan
halal, meskipun ia harus menyemir sepatu di jalan. “Dan waktu itu saya
tidak berpikiran dengan uang yang berkelimpahan. Saya hanya berpikir
saya mau merasakan tidak ada lagi orang yang menyiksa saya. Dan saya
juga bisa bermain game, di tempat mainan ding-dong, dengan uang mainan
saya sendiri tanpa penyiksaan dari ayah tiri saya. Itu yang saya cari di
jalan.”
Di jalanan saya mulai berani menawarkan diri
untuk menyemir sepatu orang. Itu yang Kenji lakukan hari demi hari.
Hingga suatu ketika Kenji bertemu dengan seorang pelanggan dimana ketika
ia membayar tetapi Kenji tidak memiliki kembalian karena orang itu
adalah pelanggan pertamanya di hari itu. Lagi-lagi Kenji menemukan
siksaan. Pelanggan itu menganggap Kenji berbohong lalu mengusir Kenji
dengan menendangnya.
“Akhirnya saya jalan tanpa hasil uang yang
seharusnya saya dapat. Selagi jalan saya merenungi nasib saya – “Kenapa
kok penyiksaan ini datang lagi?” Di sepanjang jalan saya menangis. Saya
bilang hidup saya itu seperti tidak ada artinya,” kisah Kenji.
Penderitaan yang dialami Kenji seakan tak akan
pernah berakhir. Ditinggalkan oleh ayah kandungnya. Disiksa oleh ayah
tirinya. Hingga membuatnya memilih tinggal di jalan. Kenji merasakan
bahwa hidupnya seakan tidak ada artinya lagi.
“Ketika berjalan di pinggir jalan tuh ingin
bunuh diri. Saya merasa kaki saya berat sekali untuk melangkah ke tengah
jalan itu. Saya tidak tahu kenapa…” kisah Kenji tentang percobaan bunuh
dirinya yang ia ingin lakukan ketika berusia 9 tahun.
Tinggal bersama tante, apakah kehidupanku akan berubah?
Selepas dari percobaan bunuh diri itu, Kenji diajak tinggal bersama
dengan tantenya. Namun ia tak pernah menyangka akan apa yang harus ia
hadapi di sana.
“Waktu
itu kebetulan tante saya pergi ke luar kota selama 3 hari. Dan waktu
itu, anak-anak tante saya itu menyiksa saya. Mereka menyuruh saya
menyeterika seragam sekolah mereka. Jika saya tidak lakukan apa yang
mereka suruh, mereka akan menyeterika tangan saya. Setelah saya
diseterika, mereka memperlakukan saya seperti binatang juga. Saya
dimasukin di kandang anjing herder dan saya disuruh tidur disana bersama
dengan adik saya. Disitu saya merasakan seperti binatang. Saya
dijadikan satu dengan anjing, tidur disana, makannya disana, dan buang
air juga disana,” kisah Kenji menceritakan bagaimana ia mendapati
siksaan juga di tempat tinggalnya yang baru.
Saudara-saudaranya melakukan itu semua
dikarenakan sirik dengan perlakuan tantenya. Jadi saudaranya melakukan
itu agar Kenji dan adiknya tidak betah di rumah. Terus siksaan itu Kenji
alami dan mereka juga mengancam Kenji agar tidak menceritakan hal
tersebut kepada mami mereka atau tante dari Kenji.
Terkatung-katung menjadi anak jalanan
“Suatu ketika akhirnya saya tidak tahan dan saya ngomong ama tante.
Akhirnya tante emosi dan menghajar anak-anaknya. Setelah tante itu
menghajar anak-anaknya, saya kabur, dan kembali lagi ke jalan,” kisah
Kenji.
Saat kembali ke jalanan, Akira, adik Kenji, memutuskan untuk berpisah dengan Kenji. Kenji tak bisa berbuat apa-apa.
“Saya sempat sedih juga… Kenapa saya harus
berpisah dengan adik saya padahal saya sudah berpisah dengan papa.
Kenapa Tuhan itu jahat? Kenapa Tuhan itu tidak ada ketika saya mengalami
penyiksaan begitu luar biasa, Tuhan itu tidak menolong saya… Hanya
diam. Kenapa Tuhan seperti itu? Tidak ada Tuhan. Saya tidak bisa
merasakan yang namanya Tuhan.”
Hingga suatu hari Kenji belum makan selama dua
hari karena belum mendapatkan pelanggan. Ia berdiri di depan rumah makan
cepat saji dan memandangi sebuah keluarga yang begitu harmonis memakan
makanan bersama. Kenji merasakan kerinduan menginginkan keluarga seperti
yang ia lihat. Kenji hanya termenung saja dan terdiam. Setelah keluarga
keluar sehabis makan, Kenji masuk dan memunguti tulang-tulang sisa
makanan mereka. Ketika Kenji mengambil sisa makanan itu, ia dikejar
sekuriti.
“Waktu saya dikejar sekuriti saya lari dan
berpikir saya mungkin akan ditangkap dan dipukuli lagi. Saya coba terus
lari dan membawa tulang ayam yang saya dapatkan. Sampai di tempat yang
aman, saya melanjutkan memakan makanan itu. Di situ saya merasa hancur.
Kenapa penderitaan ini rasanya terus terjadi lagi tak habis-habis. Saya
harus memakan makanan sisa orang. Saya hanya bingung dan saya menikmati
makanan tulang ayam itu selayaknya orang makan,” Kenji berkisah sambil
menitikkan air mata.
Kehidupan di jalanan yang keras harus ia jalani
selama bertahun-tahun. Hingga suatu hari ia bertemu dengan seseorang
yang akan mengubah hidupnya.
Seorang
pria bernama Aon Santoso yang sedang dalam perjalanan menuju pelayanan.
Ia melihat Kenji dan hanya berpikir mungkin Kenji hanya seorang anak
nakal yang ingin bermain di jalan sampai malam dan belum pulang.
“Setelah satu minggu saya telusuri dia, dia
bercerita. Dua hari… satu malam… anak sembilan tahun untuk mengisi perut
dengan tulang-tulang ayam bekas orang. Sebagai pelayan Tuhan saya
bergumul dan akhirnya saya putuskan untuk membawa dia pulang,” kisah Aon
Santoso mengenai terbebannya hatinya melihat keadaan Kenji.
Perubahan hidup mengenal Tuhan
Kenji pun berkisah mengenai perubahan hidupnya semenjak mengenal Ko Aon,
“Perlahan-lahan kehidupan baik luka batin saya dan segala sesuatu yang
saya alami semenjak masa kecil saya… Itu dipulihkan. Saya sepenuhnya
mengampuni mama saya, papa tiri saya bahkan papa kandung begitu juga
dengan saudara-saudara yang pernah menyiksa saya. Mulailah saya mengenal
Tuhan yang sesungguhnya, bahwa Tuhan itu ada. Dan Tuhan itu tidak
pernah meninggalkan saya dalam keadaan apapun.”
Suatu ketika Kenji memainkan kibord di rumah ko Aon dan ternyata Kenji memiliki bakat untuk bermain kibord.
“Sewaktu itu Kenji tidak mempunyai kepercayaan
diri,” kata Aon. Tetapi karena Kenji ingin untuk belajar memainkan
kibord, meskipun biaya belajar alat musik kibord cukup mahal… Kenji
akhirnya pun giat belajar memainkan kibord.
Dengan talenta yang dimilikinya, Kenji
mengalami kemajuan pesat. Kasih karunia Tuhan menyertai Kenji hingga ia
dapat menyelesaikan album pertamanya.
“Saya berjumpa dengan Tuhan, saya bisa berubah
drastis, karena saya diberikan kedamaian di hati. Suatu sukacita. Saya
juga bisa melayani orang-orang yang membutuhkan kasih sayang. Di situ
saya merasakan bahwa hidup saya berarti dan saya bisa menjadi berkat
buat orang,” kisah Kenji mengenai perubahan hidupnya yang drastis
setelah mengenal Tuhan.
Kehidupan Kenji pun diubahkan saat ia menemukan kasih sejati dari Tuhan Yesus.
“Perbedaan hidup saya dahulu itu… gelap dan
kelam. Tetapi setelah saya mengenal Tuhan dan mencari jalan keselamatan,
hidup saya itu cerah… ceria… dan senang sekali.” (Kisah ini ditayangkan
12 Juni 2009 dalam acara Solusi Life di O Channel)
Sumber kesaksian:
Kenji Michitakasago (jawaban.com)